Dalam refleksinya, Nakata berkata, “Aku bermain sepak bola untuk kesenangan, dan ketika kesenangan itu hilang, tidak ada alasan lagi untuk bermain.”
FNEWS.ID – Di awal tahun 2000-an, selain David Beckham, dunia sepak bola dikejutkan oleh nama Hidetoshi Nakata. Ia tidak hanya menjadi pesepak bola Asia pertama yang mendobrak batasan di Eropa, tetapi juga berhasil menghidupkan gairah sepak bola di Jepang, negara yang saat itu lebih menyukai bisbol. Terinspirasi oleh komik Kapten Tsubasa, Nakata memilih sepak bola, meskipun olahraga itu belum memiliki pahlawan ataupun idola yang bisa ia jadikan panutan di masa kecilnya.
Awal Karier dan Kebangkitan Jepang di Sepak Bola
Nakata memulai karier profesionalnya tepat saat J.League, kompetisi sepak bola Jepang, dibentuk. Pria yang lahir 22 Januari 1977 di Kofu, Yamanashi, Jepang ini, segera mencuri perhatian setelah mencetak gol di Piala Dunia U-17. Prestasi ini membuatnya dilirik oleh 11 klub J.League, dan pada tahun 1995 ia memilih Belmare Hiratsuka. Bersama klub ini, Nakata meraih gelar Piala Winners Asia dan dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Asia.
Keberhasilan Nakata membawa Jepang kembali ke Olimpiade setelah absen 28 tahun menjadi titik balik. Meski timnya tidak lolos ke babak knockout, kemenangan mengejutkan melawan Brasil mengubah pandangan dunia terhadap sepak bola Jepang. Nakata terus menjadi sosok kunci dalam memastikan Jepang lolos ke Piala Dunia 1998, sebuah pencapaian bersejarah.
Kesuksesan di Eropa
Setelah tampil impresif di Piala Dunia, Nakata menjadi incaran klub-klub besar, termasuk Manchester United dan Arsenal. Namun, ia memilih Serie A Italia, liga paling kompetitif saat itu, dan bergabung dengan Perugia. Gol-gol spektakulernya, termasuk ke gawang Juventus dan AC Milan, membuktikan bahwa Nakata bukan sekadar alat pemasaran. Popularitasnya melambung hingga dinominasikan untuk Ballon d’Or dan Pemain Terbaik Dunia FIFA.
Transfernya ke AS Roma pada tahun 2000 senilai €22 juta menjadi tonggak sejarah bagi sepak bola Asia. Meski sering ditempatkan di luar posisi idealnya, Nakata menciptakan momen legendaris saat mencetak gol penentu melawan Juventus, membantu Roma memenangkan gelar Serie A pertama mereka dalam 28 tahun.
Fenomena Budaya dan Ikon Global
Ketenaran Nakata melampaui sepak bola. Di Jepang, ia lebih populer dibandingkan Kaisar, dan segala hal tentang dirinya, dari gaya rambut hingga makanan favorit, diikuti dengan antusias. Ia menjadi ikon budaya dengan blog pribadinya yang dibaca jutaan orang setiap hari, dan wajahnya menghiasi merek-merek besar seperti Canon dan Coca-Cola.
Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan semakin mengukuhkan statusnya. Nakata membawa Jepang ke babak knockout untuk pertama kalinya, mencetak gol penting, dan masuk dalam Tim Terbaik Turnamen.
Akhir Perjalanan di Lapangan Hijau
Meski meraih banyak kesuksesan, Nakata mulai merasa jenuh dengan perubahan dalam dunia sepak bola yang semakin berfokus pada uang dan citra. Setelah bermain untuk beberapa klub, termasuk Parma, Fiorentina, dan Bolton, ia pensiun pada usia 29 tahun setelah Piala Dunia 2006. Dalam pertandingan terakhirnya melawan Brasil, Nakata tak kuasa menahan tangis, menyadari akhir dari perjalanan kariernya yang luar biasa.
Dalam refleksinya, Nakata berkata, “Aku bermain sepak bola untuk kesenangan, dan ketika kesenangan itu hilang, tidak ada alasan lagi untuk bermain.”
Kini, Nakata dikenang sebagai pionir yang membuka jalan bagi pemain Asia lainnya dan mengangkat sepak bola Jepang ke panggung dunia.
Penulis : Novrizal R Topa
Editor : Redaksi