Sindrom Kekuasaan: Ketika Kekuasaan Mengubah Karakter

- Jurnalis

Jumat, 7 Maret 2025 - 03:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Kekuasaan mengubah otak seseorang dengan cara yang mirip dengan kecanduan narkoba. Orang yang berkuasa cenderung mengalami peningkatan rasa percaya diri, tetapi juga kehilangan empati dan kesadaran terhadap konsekuensi dari tindakan mereka.”

– Dr. Ian Robertson –

FNEWS.ID – Kekuasaan sering kali dianggap sebagai alat untuk membawa perubahan dan pengaruh yang positif. Namun, ada fenomena yang menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kekuasaan justru bisa mengalami perubahan karakter yang negatif, yang dikenal sebagai sindrom kekuasaan. Fenomena ini sering terlihat dalam dunia politik, bisnis, maupun organisasi, dimana individu yang awalnya dianggap berintegritas dan adil justru berubah menjadi lebih otoriter, egois, serta sulit menerima kritik.

Lalu, mengapa kekuasaan bisa mengubah seseorang? Apakah sindrom kekuasaan bisa dicegah? Dilansir dari berbagai sumber, Fnews.id akan membahas lebih dalam mengenai sindrom kekuasaan berdasarkan penelitian psikologi dan pendapat para ahli.

Apa Itu Sindrom Kekuasaan?

Sindrom kekuasaan adalah kondisi psikologis di mana seseorang yang memiliki kekuasaan cenderung mengalami perubahan perilaku dan cara berpikir, sering kali menjadi lebih arogan, kurang empati, dan merasa lebih unggul dari orang lain.

Fenomena ini telah lama diamati dalam sejarah, di mana banyak pemimpin yang awalnya baik dan merakyat berubah menjadi otoriter setelah berkuasa. Beberapa pemimpin bahkan menjadi korup dan kehilangan koneksi dengan realitas yang dihadapi rakyatnya.

Menurut Dr. Ian Robertson, seorang profesor psikologi di Trinity College Dublin dan penulis buku The Winner Effect, kekuasaan memiliki dampak langsung pada otak manusia, menyebabkan peningkatan hormon dopamin, yang serupa dengan efek narkoba. Hal ini membuat individu merasa lebih percaya diri dan lebih dominan, tetapi juga bisa membuat mereka menjadi kurang peduli terhadap orang lain.

“Kekuasaan mengubah otak seseorang dengan cara yang mirip dengan kecanduan narkoba. Orang yang berkuasa cenderung mengalami peningkatan rasa percaya diri, tetapi juga kehilangan empati dan kesadaran terhadap konsekuensi dari tindakan mereka.”
– Dr. Ian Robertson

 

Mengapa Kekuasaan Mengubah Seseorang?

Fenomena ini disebut oleh Dr. Dacher Keltner, profesor psikologi dari University of California, sebagai Paradoks Kekuasaan (The Power Paradox). Dalam penelitiannya, Keltner menemukan bahwa individu yang memperoleh kekuasaan biasanya memiliki sifat empati, integritas, dan kemampuan bekerja sama. Namun, setelah mereka mendapatkan kekuasaan, justru sifat-sifat tersebut mulai berkurang.

Beberapa alasan utama mengapa kekuasaan bisa mengubah seseorang meliputi:

1. Menurunnya Empati dan Kesadaran Sosial

Ketika seseorang berkuasa, mereka sering kali menjadi lebih fokus pada tujuan dan agenda pribadi dibandingkan memahami perasaan atau kebutuhan orang lain. Studi oleh Keltner menunjukkan bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih cenderung kurang peka terhadap ekspresi wajah orang lain dan tidak merespons emosi mereka dengan baik.

2. Merasa Kebal terhadap Konsekuensi

Orang yang memiliki kekuasaan sering kali merasa bahwa aturan tidak berlaku bagi mereka. Hal ini terlihat dalam banyak kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan di berbagai negara. Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Paul Piff, psikolog dari University of California, ditemukan bahwa orang dengan status sosial lebih tinggi lebih sering melanggar aturan lalu lintas dibanding mereka yang memiliki status sosial lebih rendah.

“Ketika seseorang merasa lebih berkuasa, mereka cenderung bertindak lebih egois dan kurang peduli dengan norma sosial.”
– Paul Piff

3. Rasa Superioritas Berlebihan

Sindrom kekuasaan juga sering membuat seseorang merasa lebih unggul daripada orang lain. Mereka cenderung berpikir bahwa hanya mereka yang memiliki wawasan dan solusi terbaik, sehingga sulit menerima kritik atau masukan dari orang lain.

Dampak Sindrom Kekuasaan

Sindrom kekuasaan tidak hanya berdampak pada individu yang mengalaminya, tetapi juga pada lingkungan sekitar, baik dalam politik, perusahaan, maupun organisasi sosial. Beberapa dampak yang dapat terjadi antara lain:

1. Kepemimpinan yang Otoriter

Pemimpin yang mengalami sindrom kekuasaan cenderung tidak terbuka terhadap masukan dan lebih suka mengambil keputusan sendiri. Mereka sering mengabaikan proses demokrasi dan memaksakan kehendak mereka tanpa mempertimbangkan orang lain.

2. Lingkungan Kerja yang Toksik

Dalam dunia bisnis, pemimpin yang terkena sindrom kekuasaan bisa menciptakan budaya kerja yang penuh tekanan dan ketidakadilan. Karyawan mungkin merasa tidak dihargai, takut mengutarakan pendapat, dan akhirnya kehilangan motivasi kerja.

3. Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang

Ketika seseorang merasa kebal terhadap konsekuensi, mereka lebih mungkin menyalahgunakan jabatan dan sumber daya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sering terjadi dalam dunia politik, di mana pemimpin yang terlalu lama berkuasa cenderung korup dan tidak lagi berpihak pada rakyat.

Bagaimana Mencegah Sindrom Kekuasaan?

Meskipun sindrom kekuasaan merupakan fenomena yang umum, ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi dampak negatifnya. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

1. Menjaga Kesadaran Diri

Pemimpin harus menyadari bahwa kekuasaan bisa mengubah cara mereka berpikir dan bertindak. Mereka perlu secara rutin mengevaluasi diri dan menerima kritik dari orang lain.

2. Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas

Organisasi dan institusi perlu memiliki mekanisme yang memastikan pemimpin tidak bertindak semena-mena. Adanya sistem checks and balances bisa membantu mencegah penyalahgunaan wewenang.

3. Tetap Dekat dengan Realitas Sosial

Banyak pemimpin yang kehilangan empati karena mereka terlalu jauh dari kehidupan masyarakat biasa. Pemimpin yang baik harus tetap mendengar aspirasi dan memahami kondisi orang-orang yang mereka pimpin.

4. Membatasi Masa Jabatan

Dalam dunia politik, salah satu cara paling efektif untuk mencegah dampak sindrom kekuasaan adalah dengan membatasi masa jabatan. Hal ini memastikan bahwa kekuasaan tidak terlalu lama berada di tangan satu orang sehingga mengurangi kemungkinan penyalahgunaan.

 

Kesimpulan

Sindrom kekuasaan adalah fenomena psikologis yang dapat mengubah seseorang menjadi lebih egois, kurang empati, dan sulit menerima kritik. Fenomena ini terjadi karena kekuasaan dapat mengubah cara kerja otak, meningkatkan rasa superioritas, serta mengurangi kepekaan sosial.

Namun, bukan berarti setiap orang yang berkuasa pasti akan mengalami sindrom ini. Dengan kesadaran diri, mekanisme pengawasan, dan pembatasan kekuasaan yang jelas, sindrom kekuasaan bisa dicegah. Seperti yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi:

“Kekuasaan sejati bukanlah kendali atas orang lain, tetapi kendali atas diri sendiri.”

Sebagai pemimpin atau individu yang memiliki pengaruh, penting untuk selalu mengingat bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus digunakan untuk kebaikan, bukan sekadar alat untuk memperkuat dominasi pribadi.

 

Penulis : Novrizal R Topa

Editor : Redaksi

Follow WhatsApp Channel fnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 15 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 7 Maret 2025 - 03:55 WIB

Sindrom Kekuasaan: Ketika Kekuasaan Mengubah Karakter

Berita Terbaru