FNEWS.ID, Jakarta – Dunia jurnalistik Indonesia kembali diguncang aksi teror. Kantor redaksi Tempo menerima paket mencurigakan berisi kepala babi, yang diduga sebagai bentuk intimidasi terhadap pemberitaan mereka. Dewan Pers mengecam keras tindakan tersebut dan meminta aparat keamanan segera mengusut tuntas pelaku.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa aksi teror seperti ini biasanya dilakukan oleh pihak yang merasa terpojok tetapi enggan bertanggung jawab. Ia mengingatkan bahwa setiap pihak yang keberatan terhadap pemberitaan memiliki hak jawab dan tidak boleh menempuh cara-cara kekerasan atau intimidasi.
“Gunakan hak jawab tersebut sebaik-baiknya. Tindakan teror dan intimidasi adalah tindak pidana,” ujar Ninik pada Kamis, 20 Maret 2025.
Kronologi Teror Kepala Babi
Paket tersebut tiba di kantor Tempo pada Rabu, 19 Maret 2025, pukul 1q6.15 WIB, tetapi baru diterima oleh wartawan Francisca Christy Rosana atau Cica pada keesokan harinya. Saat dibuka, bau busuk langsung menyebar, menguatkan dugaan bahwa ini bukan paket biasa.
Hussein Abri Yusuf, rekan Cica sesama wartawan politik Tempo, yang pertama membuka kotak tersebut. Ia melihat kepala babi dengan kondisi mengenaskan—berdarah dan kedua telinganya terpotong.
“Baunya makin menyengat ketika styrofoam terbuka,” kata Hussein.
Para wartawan segera membawa kotak tersebut ke luar gedung. Pimpinan Redaksi Tempo, Setri Yasra, menegaskan bahwa ini adalah bentuk teror yang bertujuan menghambat kerja jurnalistik.
“Kami mencurigai ini sebagai upaya intimidasi terhadap karya jurnalistik Tempo,” kata Setri.
Desakan Investigasi dan Perlindungan Jurnalis
Dewan Pers meminta Tempo segera melaporkan kasus ini kepada aparat keamanan agar bisa diusut tuntas.
“Kami meminta kepolisian untuk segera mengungkap pelaku agar kejadian serupa tidak terulang,” ujar Ninik Rahayu.
Kasus ini menambah daftar panjang ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis yang menjalankan tugasnya untuk mengungkap kebenaran sering kali menghadapi tekanan dan intimidasi. Dengan adanya kasus ini, sorotan kembali tertuju pada perlindungan terhadap insan pers serta upaya memastikan kebebasan jurnalistik tetap terjaga.
Masyarakat dan organisasi pers pun diharapkan ikut mengawal kasus ini agar tidak berakhir tanpa kejelasan. Intimidasi terhadap jurnalis adalah ancaman bagi demokrasi, dan negara harus hadir untuk memastikan kebebasan pers tetap tegak.
Penulis : Novrizal R Topa
Editor : Redaksi