Di tengah persaingan ketat ini, perjalanan Yudhi bukan hanya sekadar ambisi pribadi, tetapi juga ujian bagi Anton Timbang.
Apakah warisan pengaruh Anton cukup kuat untuk menarik simpati Kendari kepada putranya?
Oleh: Al Yoyo Priyo Wahyu Utomo
(Ketua DPC REPdem Kota Kendari)
Kota Kendari memasuki momen politik yang penuh kejutan dengan tampilnya Yudhianto Mahardika sebagai salah satu kandidat Wali Kota.
Kehadiran Yudhi bukan tanpa cerita, kegagalannya mempertahankan kursi di DPRD pada Pileg Februari lalu menjadi buah bibir. Namun, dengan cepat ia bangkit, berani melangkah menuju panggung Pilwali, membawa visi “Gemoynya Kendari” dan mencoba menarik simpati masyarakat.
Tetapi, di balik pencalonan Yudhi, terdapat bayangan besar yang tidak bisa diabaikan, dialah Anton Timbang, sang ayah. Sebagai figur berpengaruh, Anton siap mengerahkan seluruh pengaruh dan sumber dayanya untuk mendorong putra mahkotanya maju ke puncak. Desas-desus semakin santer terdengar bahwa Anton akan berperan sebagai “penggerak tak terlihat” di belakang kampanye Yudhi, mengatur strategi dan melancarkan dukungan yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh kandidat lain.
Langkah Yudhi pun semakin strategis dengan dukungan dari dua partai besar, PDI Perjuangan dan Gerindra, memberikan fondasi politik yang kuat. Berpasangan dengan Nirna Lachmudin, istri Ishak Ismail sang Ketua PDI Perjuangan Kota Kendari, membuka jalan kolaborasi lebih luas. Namun, dukungan partai besar ini belum cukup untuk mendongkrak posisi Yudhi. Dalam hasil survei terbaru dari THI, yang memperlihatkan elektabilitasnya hanya 4,3 persen. Pasangan-pasangan kuat lainnya seperti Abdul Rasak-Afdal dengan 31,1 persen dan Siska Karina Imran-Sudirman dengan 29,5 persen masih jauh di depan.
Melihat tantangan tersebut, banyak yang bertanya, apakah pengaruh Anton Timbang benar-benar akan memberikan ‘keajaiban’ bagi Yudhi? Kendari bukanlah kota yang mudah ditaklukkan hanya dengan dukungan nama besar.
Masyarakat semakin kritis, dan memilih seorang pemimpin bukan sekadar melihat keturunan, tetapi pada sejauh mana kandidat dapat memberikan solusi nyata bagi kota.
Meski demikian, masih ada celah bagi Yudhi, yaitu 10,9 persen pemilih yang belum menentukan pilihannya. Di sini, Anton bisa memainkan perannya dengan lebih maksimal, menggerakkan mesin politiknya untuk mendekati para pemilih yang ragu-ragu. Yudhi pun harus menunjukkan lebih dari sekadar nama besar, ia perlu meyakinkan masyarakat bahwa ia bukan hanya “putra Anton Timbang” tapi juga pemimpin yang siap membawa Kendari ke arah yang lebih baik.
Di tengah persaingan ketat ini, perjalanan Yudhi bukan hanya sekadar ambisi pribadi, tetapi juga ujian bagi Anton Timbang.
Apakah warisan pengaruh Anton cukup kuat untuk menarik simpati Kendari kepada putranya?
Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal pasti, pertarungan ini akan menjadi babak menarik dalam sejarah politik Kendari.