Fairness dalam Aksi Demonstrasi Mahasiswa: Ketika Suara Keadilan Menjadi Energi Positif Perubahan

- Jurnalis

Selasa, 4 November 2025 - 17:25 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Oleh: L.M. Ihsan Thamrin, S.Psi., M.Psi
(Praktisi Psikologi Positif Sultra)

Aksi demonstrasi mahasiswa sering kali dipersepsikan sebagai luapan emosi dan bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Namun jika kita melihatnya melalui lensa psikologi positif, demonstrasi bukan sekadar ekspresi kemarahan, melainkan cermin dari nilai-nilai moral dan kekuatan karakter, terutama fairness, atau keadilan.

Dalam psikologi positif, fairness merupakan bagian dari kebajikan justice, yaitu kemampuan untuk menilai secara objektif, memperlakukan setiap pihak tanpa bias, dan menegakkan kesetaraan. Ketika mahasiswa turun ke jalan, mereka tidak hanya membawa spanduk dan orasi; mereka membawa semangat moral untuk menuntut keadilan sosial.

Di balik teriakan dan langkah kaki di jalanan, tersimpan motivasi yang jauh lebih luhur: keyakinan bahwa keadilan harus ditegakkan demi kebaikan bersama. Ini bukan sekadar aksi politik, tapi juga refleksi dari kekuatan moral yang tumbuh dari kesadaran sosial.

Mahasiswa, sebagai kelompok intelektual, berperan sebagai moral compass masyarakat. Mereka menjadi pengingat bahwa keadilan bukan hanya idealisme, melainkan kebutuhan dasar kehidupan berbangsa. Dalam konteks psikologi positif, tindakan ini memperlihatkan bagaimana fairness dapat menjadi energi sosial yang mendorong individu untuk bertindak, bukan karena kebencian, tapi karena cinta pada nilai kemanusiaan.

Baca Juga:  Penguatan Peran Perempuan di Pilkada Sultra: Transformasi Politik dan Tantangan Menuju Kesetaraan

Aksi demonstrasi yang dilandasi semangat keadilan menampilkan keseimbangan antara emosi dan rasionalitas. Ketika mahasiswa mengedepankan fairness, mereka lebih cenderung menghindari kekerasan, memilih dialog, dan berfokus pada solusi. Di sinilah keadilan berperan sebagai pengendali moral, menjaga agar perjuangan tetap berada di jalur positif dan konstruktif.

Lebih jauh, fairness juga menumbuhkan empati sosial. Mahasiswa yang memperjuangkan keadilan tidak hanya memikirkan kelompoknya sendiri, melainkan menyuarakan kepentingan mereka yang lemah dan terpinggirkan.

“Dari sinilah lahir solidaritas, bukan karena kesamaan nasib, tapi karena kesamaan nilai kemanusiaan”.

Dalam perspektif psikologi positif, fairness juga memperkuat resiliensi sosial. Keberanian mahasiswa menyuarakan ketidakadilan menunjukkan daya lenting terhadap tekanan sistemik. Mereka memberi contoh bahwa menghadapi ketimpangan tidak selalu dengan kemarahan, tapi dengan harapan dan aksi yang bermakna.

Baca Juga:  Pembelian Lahan Masyarakat oleh PT. Krida Agriwisata Jangan Sampai Sekedar Judul

Namun, keadilan yang diperjuangkan tetap perlu diimbangi dengan kebijaksanaan (wisdom) dan pengendalian diri (self-regulation). Ketika semangat menuntut keadilan kehilangan arah karena emosi, nilai moral dapat berubah menjadi konflik. Karena itu, pendidikan karakter berbasis psikologi positif menjadi penting, agar perjuangan mahasiswa tetap berakar pada kesadaran etis dan empati sosial.

Pada akhirnya, aksi demonstrasi yang berlandaskan fairness menunjukkan wajah lain dari pergerakan mahasiswa: bukan hanya perlawanan, tetapi panggilan moral untuk menegakkan martabat manusia. Melalui perspektif psikologi positif, kita belajar bahwa keadilan tidak sekadar diperjuangkan di jalanan, tetapi juga ditanamkan dalam karakter setiap individu.

“Ketika nilai fairness hidup di hati mahasiswa, maka demonstrasi bukan lagi sekadar teriakan protes, melainkan nyanyian optimisme untuk perubahan sosial yang berkeadilan dan berperikemanusiaan”.

Follow WhatsApp Channel fnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

DPRD Sultra dan Urgensi Publikasi Program OPD untuk Transparansi Pembangunan
Candaan yang Menghinakan: Saat Canda Menabrak Batas Kehormatan dan Nilai Budaya
Mothballing PLTU Suralaya, Langkah Strategis Menuju Transisi Energi yang Efisien
Revolusi Energi Bersih dari Pantai Selatan
Dari Gedung Putih ke Istana Merdeka, Efisiensi vs Transisi Energi
Krisis Batubara dan Lemahnya Implementasi Kebijakan DMO
Pembelian Lahan Masyarakat oleh PT. Krida Agriwisata Jangan Sampai Sekedar Judul
Politik Berkelanjutan di Sulawesi Tenggara: Antara Tantangan dan Harapan
Berita ini 125 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 17:25 WIB

Fairness dalam Aksi Demonstrasi Mahasiswa: Ketika Suara Keadilan Menjadi Energi Positif Perubahan

Jumat, 22 Agustus 2025 - 10:12 WIB

DPRD Sultra dan Urgensi Publikasi Program OPD untuk Transparansi Pembangunan

Selasa, 10 Juni 2025 - 10:49 WIB

Candaan yang Menghinakan: Saat Canda Menabrak Batas Kehormatan dan Nilai Budaya

Rabu, 23 April 2025 - 11:59 WIB

Mothballing PLTU Suralaya, Langkah Strategis Menuju Transisi Energi yang Efisien

Kamis, 17 April 2025 - 12:58 WIB

Revolusi Energi Bersih dari Pantai Selatan

Berita Terbaru

Inspirasi

Openg, Dari Pemungut Bola Jadi Pegolf Andalan di Kendari

Kamis, 6 Nov 2025 - 21:21 WIB