Sulepe percaya bahwa perubahan yang sejati tidak bisa dibangun di atas pondasi kebohongan dan korupsi. Meski berat, ia memilih jalan yang benar, sebuah jalan yang mungkin lebih sulit, tetapi penuh dengan harapan baru bagi masa depan kabupaten itu
Di sebuah kabupaten terpencil yang penuh dengan intrik politik, Bupati lama, Pasulo, pernah menjadi penguasa mutlak. Dengan kekuatan politik dan koneksi bisnis yang kuat, ia berhasil mengendalikan daerahnya selama dua periode, memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dan kroninya. Namun, kekuasaannya berakhir tragis saat ia dijerat kasus korupsi besar-besaran yang akhirnya menyeretnya ke dalam penjara.
Meski terkurung di balik jeruji besi, Pasulo tidak kehilangan pengaruhnya. Di dalam penjara, ia tetap mengendalikan jaringan loyalis yang kepadanya. Mereka masih menjalankan bisnis ilegal dan melindungi aset-asetnya. Namun, ada satu rencana yang lebih besar yang terus berputar di benak Pasulo, mengembalikan dinasti politik keluarganya ke tampuk kekuasaan.
Pilihan terbaik menurutnya adalah anaknya, Sulepe, merupakan sosok yang berbeda dari ayahnya. Sejak kecil, ia tidak tertarik pada politik. Sulepe tumbuh sebagai anak yang cerdas dan idealis, dengan cita-cita untuk memperbaiki tatanan masyarakat melalui cara-cara yang bersih. Ia berkarier sebagai akademisi dan jauh dari bayang-bayang ayahnya, lebih memilih jalan yang lurus dan bermartabat.
Namun, ketika pemilihan bupati yang baru semakin dekat, Pasulo dari dalam penjara mulai memaksakan kehendaknya. Melalui koneksi yang masih ia miliki, Pasulo mengirim pesan ke Sulepe, memintanya untuk mencalonkan diri sebagai bupati dan melanjutkan dinasti keluarganya.
“Kamu harus maju, Nak. Ini satu-satunya cara kita bisa mengembalikan kehormatan keluarga,” suara Pasulo menggema dari telepon yang tersambung dari penjara.
Sulepe, yang selama ini menjauh dari dunia politik, merasa terjebak. Di satu sisi, ia ingin menjaga integritasnya dan tidak ingin terlibat dalam permainan kotor ayahnya. Namun, di sisi lain, tekanan dari keluarga dan para loyalis ayahnya semakin besar. Mereka datang dengan berbagai janji dan ancaman, menyatakan bahwa tanpa Sulepe, seluruh keluarga Pasulo akan hancur secara politik dan sosial.
Ketika akhirnya Sulepe setuju untuk mencalonkan diri, ia melakukannya dengan berat hati. Ia tidak ingin diingat sebagai anak seorang koruptor, tetapi sebagai sosok yang bisa membawa perubahan nyata. Sulepe membuat janji kampanye yang berbeda dari ayahnya, dengan lantang menyuarakan akan membasmi korupsi, transparansi pemerintahan, dan pembangunan untuk semua golongan. Ia ingin membersihkan citra keluarganya.
Namun, hal-hal tidak berjalan semudah yang ia bayangkan. Lawan-lawan politiknya, yang tahu tentang sejarah korupsi ayahnya, segera menyerang Sulepe dengan tuduhan bahwa ia hanya akan menjadi boneka Pasulo.
“Apakah kalian ingin dipimpin oleh anak dari seorang koruptor?” teriak seorang calon lawan dalam debat publik.
Sulepe merasa reputasinya hancur sebelum ia benar-benar berjuang. Sementara itu, di balik layar, Pasulo semakin terlibat. Dari dalam penjara, ia memberi instruksi kepada tim kampanye Sulepe, memanipulasi data, menyebarkan propaganda, dan menggunakan uang yang tersisa untuk membeli dukungan. Sulepe, yang awalnya percaya pada idealismenya, mulai terjebak dalam lingkaran politik kotor yang sama seperti ayahnya. Setiap hari, ia merasakan dirinya semakin menjauh dari prinsip-prinsip yang pernah ia pegang teguh.
Hingga pada suatu malam, Sulepe duduk sendirian di ruang kerjanya, memandang poster kampanyenya yang besar di dinding.
Ia merenungkan apa yang telah terjadi. Rasa kecewa dan kemarahan mulai mendidih di dalam dirinya. Di saat itulah ia sadar, bahwa jalan yang ia tempuh ini tidak lagi mencerminkan siapa dirinya sebenarnya. Ia tidak ingin menjadi bayangan dari ayahnya.
Di hari terakhir kampanye, Sulepe membuat keputusan yang mengejutkan. Di depan ribuan pendukung yang berkumpul, ia berdiri di atas panggung dan mengumumkan bahwa ia mundur dari pencalonan.
“Saya tidak bisa memimpin dengan cara yang kotor. Saya tidak bisa menjadi alat dari siapapun, termasuk keluarga saya sendiri. Kabupaten ini layak mendapatkan pemimpin yang benar-benar tulus melayani rakyatnya,” ucap Sulepe dengan tegas.
Keputusan itu membuat gempar dunia politik. Ayahnya, Pasulo, marah besar di dalam penjara, merasa dikhianati oleh anaknya sendiri. Namun bagi Sulepe, itu adalah langkah pertama menuju kebebasan sejati. Ia mungkin kehilangan kesempatan menjadi bupati, tetapi ia berhasil mempertahankan integritasnya dan membebaskan dirinya dari bayangan kelam ayahnya.
Sulepe percaya bahwa perubahan yang sejati tidak bisa dibangun di atas pondasi kebohongan dan korupsi.
“Meski berat, ia memilih jalan yang benar, sebuah jalan yang mungkin lebih sulit, tetapi penuh dengan harapan baru bagi masa depan kabupaten itu”
(Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)
Penulis : Novrizal R Topa