KENDARI, FNEWS.ID – Ketua Laskar Sarano Tolaki (LST) Sulawesi Tenggara, Aguslan Lapobende, angkat bicara terkait dugaan aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan PT Anugrah Sakti Konstruksi Utama (PT ASKON) di wilayah Kecamatan Wiwirano dan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara. Ia menilai, dugaan pembiaran terhadap praktik tambang ilegal tersebut merupakan bukti nyata lemahnya komitmen penegakan hukum di daerah.
Menurut Aguslan, apa yang terjadi di Konawe Utara seolah memperlihatkan adanya kesenjangan antara komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan realitas di lapangan yang masih jauh dari harapan.
“Kalau Presiden sudah tegas mengatakan tidak ada kompromi terhadap pelanggaran di sektor tambang, maka aparat di bawahnya wajib tunduk. Jangan sampai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegas Aguslan, Jumat (7/11/2025).
Ia menyebut, aktivitas tambang yang dilakukan PT ASKON di luar wilayah konsesi IUP PT Tataran Media Sarana (TMS) bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga telah mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan terhadap lingkungan dan kedaulatan negara atas sumber daya alamnya,” ujarnya.
Aguslan menilai, penegakan hukum di sektor pertambangan selama ini masih terjebak pada logika ekonomi semata, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar. Padahal, menurutnya, keberadaan perusahaan tambang seharusnya membawa kesejahteraan, bukan penderitaan.
“Warga di lingkar tambang menjerit karena tanaman mereka rusak, sumber air tercemar, dan tidak ada kompensasi. Ini bukti bahwa negara abai terhadap rakyatnya sendiri,” tambahnya.
Sebagai ketua LST, ia menegaskan, pihaknya akan mendukung langkah hukum bagi semua pihak yang mendesak Kejaksaan Agung RI dan Mabes Polri agar turun tangan menindak tegas pelanggaran yang terjadi.
“Kami tidak anti-investasi. Tapi investasi harus beretika dan taat hukum. Kalau perusahaan seenaknya menambang tanpa izin sah, maka aparat harus bertindak. Negara tidak boleh kalah oleh korporasi,” tegas Aguslan.
Ia pun mengingatkan agar pemerintah daerah, khususnya di Konawe Utara, tidak menutup mata terhadap keresahan masyarakat tiga desa (Culambacu, Tetewatu, dan Wawoheo) yang menolak kehadiran PT ASKON.
“Rakyat sudah bersuara, dan suara rakyat adalah suara kebenaran. Kalau suara itu diabaikan, maka berarti pemerintah telah berpihak pada kepentingan modal, bukan pada kepentingan rakyat,” ujarnya.
Lebih jauh, Aguslan juga mengkritik lemahnya pengawasan dari dinas teknis seperti ESDM dan DLH yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan lingkungan.
“Kalau lembaga pengawas diam, berarti mereka ikut membiarkan kejahatan lingkungan terjadi. Ini preseden buruk bagi masa depan penegakan hukum di Sultra,” imbuhnya.
Selain menyoroti aspek hukum, Aguslan juga menyinggung peran masyarakat adat Tolaki yang sejak dahulu dikenal sebagai penjaga tanah dan hutan leluhur di wilayah Konawe dan sekitarnya. Menurutnya, keberadaan tambang ilegal telah mengganggu keseimbangan budaya dan spiritual masyarakat adat.
“Tanah bagi masyarakat Tolaki bukan sekadar tempat berpijak, tapi bagian dari identitas dan warisan leluhur. Jika tanah dirusak, berarti merusak hubungan manusia dengan alam dan roh nenek moyang,” ucapnya dengan nada bergetar.
Ia menambahkan, perjuangan Laskar Sarano Tolaki Sulawesi Tenggara bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga pembelaan terhadap hak-hak masyarakat adat untuk menjaga tanah warisan dan sumber kehidupan mereka.
“Kami akan berdiri di depan untuk membela tanah ini. Sebab bagi kami, membela alam berarti membela kehidupan dan martabat orang Tolaki,” tegasnya.
Aguslan menegaskan, Laskar Sarano Tolaki Sulawesi Tenggara siap mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional, termasuk menggalang dukungan publik dan aktivis lingkungan untuk menuntut keadilan bagi masyarakat terdampak.
“Kami tidak akan diam. Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal kehormatan hukum dan keadilan bagi rakyat Sulawesi Tenggara,” pungkasnya. (Tim)









