Oleh: Novrizal R Topa
Anggota PWI Sulawesi Tenggara
Meningkatnya jumlah perempuan sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada di Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik dalam lanskap politik lokal Indonesia.
Berdasar hasil Proyeksi Penduduk Interim 2020-2023 oleh BPS, penduduk Sulawesi Tenggara, berjumlah 2. 659.156 jiwa, terdiri dari 1.346.653 berjenis kelamin laki-laki dan 1.312.503 perempuan.
Sementara itu, dalam daftar pemilih berkelanjutan tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara, 2023, BPS mencatat laki-laki berjumlah 903.182 jiwa, sedangkan perempuan 873.363.
Dalam kancah Pesta Demokrasi Sulawesi Tenggara tahun 2024, fenomena munculnya 12 perempuan sebagai calon dalam Pilgub, Pilwali, dan Pilbup menandai perubahan signifikan dalam politik lokal.
Ini menunjukkan bahwa semakin banyak perempuan yang berani maju dan menunjukkan kualitas kepemimpinan mereka di berbagai tingkatan. Fenomena ini tak hanya menjadi simbol kemajuan kesetaraan gender di bumi Anoa, tetapi juga tantangan baru untuk menghadapi realitas politik yang sering didominasi oleh laki-laki. Partisipasi mereka membuka peluang bagi perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan berfokus pada isu-isu sosial penting.
Ada beberapa dimensi yang perlu ditinjau lebih lanjut untuk memahami signifikansi dari fenomena ini, baik dari aspek sosial, politik, maupun kultural.
1. Kebijakan Afirmasi dan Peningkatan Representasi Perempuan
Salah satu alasan utama mengapa lebih banyak perempuan terlibat dalam politik adalah kebijakan afirmasi. Pemerintah Indonesia telah lama menerapkan kebijakan kuota keterwakilan perempuan sebesar 30% dalam daftar calon legislatif untuk memperkuat partisipasi perempuan dalam politik. Meskipun kebijakan ini lebih banyak diterapkan dalam kontes legislatif, dampaknya juga terlihat dalam pemilihan eksekutif, seperti Pilkada. Partai-partai politik mulai menyadari pentingnya mengakomodasi kepemimpinan perempuan, tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan terhadap kebijakan, tetapi juga sebagai respons terhadap dinamika politik dan tuntutan sosial.
Selain itu, semakin tingginya perhatian pada isu-isu kesetaraan gender di tingkat nasional dan lokal telah mendorong partai politik untuk lebih inklusif dalam mencalonkan perempuan. Dalam konteks Sultra, ini menunjukkan bahwa partai politik di wilayah ini mulai melihat potensi perempuan sebagai pemimpin, serta mengakui bahwa kandidat perempuan memiliki daya tarik elektoral yang signifikan di kalangan pemilih.
2. Peningkatan Pendidikan dan Kesadaran Politik Perempuan
Salah satu alasan yang mendukung fenomena ini adalah meningkatnya pendidikan dan kesadaran politik di kalangan perempuan. Di Sulawesi Tenggara, seperti di banyak daerah lain di Indonesia, semakin banyak perempuan yang mengecap pendidikan tinggi dan memiliki latar belakang profesional yang kuat. Mereka tidak hanya aktif dalam dunia kerja, tetapi juga mulai terlibat dalam berbagai gerakan sosial dan komunitas yang memungkinkan mereka terhubung dengan isu-isu masyarakat.
Selain itu, pendidikan dan pelatihan politik yang diberikan oleh organisasi masyarakat sipil dan pemerintah kepada perempuan juga berperan penting dalam mempersiapkan mereka untuk terlibat dalam dunia politik. Program-program ini memberikan keterampilan dan pengetahuan tentang kepemimpinan, strategi kampanye, serta wawasan tentang tata kelola pemerintahan.
3. Pengaruh Kepemimpinan Perempuan di Level Nasional dan Daerah
Peran perempuan dalam politik Indonesia telah mendapatkan perhatian besar dengan keberhasilan sejumlah pemimpin perempuan di tingkat nasional dan daerah. Figur seperti Megawati Soekarnoputri, Tri Rismaharini (mantan Wali Kota Surabaya), dan Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur) memberikan contoh nyata bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin yang efektif dan berpengaruh. Keberhasilan ini memberikan inspirasi bagi perempuan di daerah, termasuk di Sultra, untuk mengikuti jejak tersebut.
Pengaruh positif dari para pemimpin perempuan ini membantu mengubah persepsi publik tentang kemampuan perempuan dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan yang berat. Selain itu, banyak masyarakat mulai melihat perempuan sebagai agen perubahan yang lebih empati dan peduli terhadap isu-isu sosial, seperti kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil. Karakteristik ini sering kali dianggap sebagai kekuatan tambahan bagi kandidat perempuan.
4. Perubahan Persepsi Masyarakat terhadap Peran Perempuan
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi di Sulawesi Tenggara turut mempengaruhi peningkatan jumlah calon perempuan dalam Pilkada. Meskipun masih ada kendala patriarki dan stereotip gender yang kuat di sebagian masyarakat, ada tanda-tanda pergeseran persepsi tentang peran perempuan. Masyarakat mulai menerima bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang kompeten dan dapat diandalkan.
Studi dan survei yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa pemilih, terutama di kalangan pemuda, cenderung lebih terbuka terhadap pemimpin perempuan. Di Sultra, fenomena ini mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender serta dampak positif yang dibawa oleh pemimpin perempuan di berbagai tempat.
5. Daya Tarik Elektoral dan Dukungan Partai Politik
Perempuan yang maju dalam Pilkada di Sultra seringkali memiliki daya tarik elektoral tersendiri, terutama jika mereka berasal dari kalangan keluarga politisi, pengusaha, atau memiliki rekam jejak yang kuat di bidang sosial dan ekonomi. Koneksi sosial dan ekonomi yang kuat, ditambah dengan kepribadian yang hangat dan dekat dengan masyarakat, membuat mereka lebih mudah diterima oleh pemilih.
Dukungan partai politik juga menjadi faktor penting dalam pencalonan perempuan di Pilkada. Partai-partai mulai lebih terbuka terhadap kandidat perempuan, terutama jika mereka memiliki basis dukungan yang kuat di komunitas lokal atau membawa potensi kemenangan besar. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan calon kepala daerah seringkali masih menghadapi tantangan internal dalam mendapatkan dukungan penuh dari partai, karena struktur politik yang masih didominasi laki-laki.
6. Tantangan yang Dihadapi Calon Perempuan
Meskipun demikian, tantangan bagi perempuan yang maju di Pilkada Sultra tetap ada. Masih ada sejumlah hambatan sosial dan budaya yang mengakar dalam masyarakat, seperti stereotip yang menganggap perempuan kurang mampu memimpin. Selain itu, praktik politik uang, persaingan yang tidak sehat, dan struktur patriarki dalam dunia politik membuat banyak perempuan kesulitan untuk bersaing secara setara.
Tantangan lain adalah soal sumber daya. Banyak perempuan calon kepala daerah yang kesulitan mengakses sumber daya kampanye yang sama dengan calon laki-laki, baik dari segi finansial maupun jaringan politik. Di beberapa kasus, calon perempuan seringkali terpaksa bergantung pada dukungan tokoh laki-laki yang memiliki pengaruh, sehingga menciptakan ketergantungan yang melemahkan independensi mereka sebagai pemimpin.
7. Harapan dan Potensi Masa Depan
Secara keseluruhan, fenomena meningkatnya calon perempuan di Pilkada Sultra memberikan harapan bagi penguatan representasi perempuan di kancah politik daerah. Jika didukung dengan kebijakan yang lebih proaktif serta peningkatan dukungan dari partai politik, perempuan calon kepala daerah dapat memberikan dampak signifikan terhadap kebijakan publik di daerah mereka.
Dalam jangka panjang, keterlibatan perempuan yang lebih besar dalam Pilkada diharapkan dapat membawa perubahan dalam gaya pemerintahan, dengan fokus pada kebijakan yang lebih inklusif, pro-rakyat, dan berorientasi pada kesejahteraan sosial. Selain itu, keberhasilan perempuan dalam memenangkan Pilkada dapat memberikan inspirasi bagi generasi perempuan berikutnya untuk terus berpartisipasi dalam politik, menciptakan siklus perubahan yang berkelanjutan di Sulawesi Tenggara maupun di seluruh Indonesia.