Mereka tahu, siapa pun yang terpilih, perjuangan mereka sebagai warga tidak akan berhenti, seperti secangkir kopi yang selalu ada di tangan mereka di setiap musim pilkada.
Di sebuah desa pegunungan yang asri, Desa Tunas Sari, ada sebuah warung kopi kecil yang terkenal bernama Kopi Pilkada. Warung ini selalu dipenuhi oleh warga, bukan hanya karena rasa kopinya yang mantap, tapi juga karena di sana selalu menjadi tempat diskusi hangat mengenai pemilihan kepala daerah.
Pak Danu, sang pemilik warung, adalah seorang barista yang juga ahli dalam urusan politik. Setiap musim pilkada tiba, warungnya akan dipenuhi obrolan seru soal calon-calon yang bersaing. Kopi racikan Pak Danu punya ciri khas: ia selalu memberikan rasa yang berbeda-beda pada setiap cangkir yang ia sajikan, sesuai dengan sifat dan gaya kepemimpinan para kandidat.
Suatu hari, datang seorang perempuan muda, calon kepala daerah bernama Sari yang sedang mencalonkan diri sebagai bupati. Ia datang ke warung Pak Danu untuk bertemu langsung dengan warga.
Dengan senyum ramah, ia duduk di antara mereka, menikmati secangkir kopi sambil mendengarkan keluhan dan harapan masyarakat.
Pak Danu diam-diam memperhatikan. Dengan naluri politik dan keahliannya sebagai pembuat kopi, ia menyajikan secangkir kopi spesial untuk Sari.
“Ini kopi Loyalitas, Mbak Sari. Rasa kopi ini sedikit pahit di awal, tapi di ujung lidah ada rasa manis yang menyegarkan. Kopi ini sesuai dengan perjuangan yang sering berat di awal, tapi kalau bertahan dengan tulus, hasilnya akan indah.”
Sari tersenyum dan mencicipi kopi itu. “Terima kasih, Pak. Rasa kopi ini seperti perjalanan saya selama kampanye. Banyak rintangan, tapi saya percaya kalau kita berjuang untuk kebaikan, akhir yang baik akan datang.”
Malam itu, warga yang berkumpul di warung tak hanya berbicara soal politik seperti biasa, tapi juga mulai membicarakan makna di balik secangkir kopi.
Pak Danu tersenyum dari balik meja kopinya, karena ia tahu, kopi yang diseduhnya bukan sekadar minuman, melainkan simbol dari harapan dan perjalanan hidup.
Hari pemilihan pun tiba. Dengan semangat, warga desa berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara sambil menikmati secangkir kopi terakhir di warung Pak Danu sebelum mencoblos.
Mereka tahu, siapa pun yang terpilih, perjuangan mereka sebagai warga tidak akan berhenti, seperti secangkir kopi yang selalu ada di tangan mereka di setiap musim pilkada.
Dan di sudut warung Kopi Pilkada, Pak Danu menatap ke luar jendela, merasakan kehangatan yang sama setiap kali warga berkumpul di sana.
Bagi Pak Danu, secangkir kopi dan pilkada adalah dua hal yang selalu menyatukan, membawa semangat, dan menghangatkan kebersamaan warga desa.
(Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)
Penulis : Novrizal R Topa