Aditya tahu, politik adalah permainan yang penuh teka-teki. Dan di tengah situasi simalakama ini, dia harus bertaruh dengan cerdik—bukan hanya dengan uang, tapi dengan langkah yang penuh perhitungan.
Aditya duduk termenung di teras rumahnya, memandang hamparan sawah yang hijau membentang di depan mata. Semestinya, pemandangan ini menenangkan hati, tapi tidak hari ini. Pikiran Aditya penuh dengan kecemasan. Sebagai calon bupati di daerah yang luas dan penuh persaingan sengit, ia berada di persimpangan sulit. Di sinilah, ia merasa terjebak dalam situasi simalakama—semua pilihan tampak berisiko.
Dua tahun belakangan, Aditya telah membangun tim pemenangan. Strategi sudah diatur, relawan dikumpulkan, dan janji-janji politik mulai disebarkan. Tapi, di balik layar kampanye yang megah itu, anggaran yang dipegangnya mulai menipis. Penggalangan dana dari para donatur besar yang dulu sempat diandalkan kini terhenti. Sebagian besar dari mereka mulai ragu karena persaingan yang lebih ketat dari yang diperkirakan.
“Pak Aditya, kita butuh dana tambahan untuk acara deklarasi besar-besaran minggu depan,” ujar Bagas, ketua tim suksesnya, yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.
Aditya hanya mengangguk pelan. Bagas jelas tidak tahu betapa dekatnya dia dengan batas keuangan. Jika acara deklarasi besar-besaran itu gagal, kredibilitasnya bisa runtuh seketika. Tapi jika dia mengeluarkan lebih banyak uang, maka dia mungkin akan kehabisan dana untuk sisa kampanye yang masih panjang.
“Berapa lagi yang kita butuhkan?” tanya Aditya, berusaha untuk tenang.
“Sekitar seratus lima puluh juta, Pak. Itu untuk panggung, artis, dan pengamanannya,” jawab Bagas tanpa ragu.
Angka itu terasa seperti palu godam menghantam kepala Aditya. Dalam benaknya, dia tahu dia masih bisa menarik dana dari simpanannya yang terakhir, tapi jika uang itu habis, tidak akan ada lagi cadangan untuk membiayai logistik dan operasi lapangan di bulan-bulan terakhir sebelum hari pemungutan suara.
Dia menatap jauh ke sawah, terbayang wajah-wajah warga yang menaruh harapan padanya. Mereka ingin perubahan. Ia ingin memberi mereka itu. Tapi, harga untuk memenangkan hati rakyat ternyata jauh lebih mahal dari yang ia bayangkan. Apakah ia akan tetap bertahan hingga akhir tanpa mengorbankan semua yang ia punya?
Aditya tahu, pilihan apa pun yang dia ambil, ada risikonya. Jika dia menahan diri sekarang dan tidak mengeluarkan dana lebih banyak, ia bisa kalah dalam pertarungan popularitas. Tapi, jika ia terus-terusan menggelontorkan uang, dan kalah juga di ujungnya, ia bisa kehilangan segalanya—harta, nama baik, bahkan martabat.
Malam itu, saat duduk sendiri di kamarnya, Aditya memutuskan untuk menghubungi beberapa orang kepercayaannya. “Kita harus mulai mencari cara lain. Bukan hanya soal uang lagi, ini soal strategi,” gumamnya pada diri sendiri.
Aditya tahu, politik adalah permainan yang penuh teka-teki. Dan di tengah situasi simalakama ini, dia harus bertaruh dengan cerdik—bukan hanya dengan uang, tapi dengan langkah yang penuh perhitungan.
(Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)
Penulis : Novrizal R Topa