FNEWS.ID – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) angkat bicara terkait dugaan kejahatan perbankan yang melibatkan pendiri sekaligus Komisaris Utama Bank Mayapada, Dato’ Sri Tahir.
Ketua Bidang Hubungan Internasional PB HMI, Muhammad Arsyi Jailolo, menilai kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum domestik, tetapi berpotensi menjadi kejahatan internasional yang merusak kepercayaan publik terhadap sektor keuangan nasional.
“Kasus ini melibatkan transaksi lintas negara dengan pelanggaran berat terhadap undang-undang perbankan dan keuangan, termasuk UU Nomor 7 Tahun 1992, UU Nomor 10 Tahun 1998, hingga UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK),” ujar Arsyi dalam pernyataannya, Senin (13/1/2025).
Arsyi juga menyoroti dugaan praktik konflik kepentingan yang melibatkan pemberian pinjaman Bank Mayapada kepada Ted Sioeng sebesar Rp70 miliar untuk membeli apartemen milik Dato’ Sri Tahir di Singapura. Selain itu, Ted mengaku telah menyetor Rp525 miliar kepada Tahir selama tujuh tahun, sementara Bank Mayapada terus mengucurkan kredit hingga Rp1,3 triliun meski Ted dinyatakan sebagai debitur bermasalah.
PB HMI menekankan pentingnya penerapan asas strict liability dalam kasus ini untuk menuntut pertanggungjawaban korporasi tanpa perlu membuktikan adanya niat jahat. Langkah ini, menurut Arsyi, dapat mempercepat proses hukum dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan keuangan.
“Dengan asas ini, hukum bisa berjalan lebih cepat dan efektif, terutama dalam menindak kejahatan korporasi yang dampaknya sangat luas,” jelasnya.
PB HMI menyerukan sejumlah langkah tegas dari pemerintah dan lembaga terkait untuk menyelesaikan kasus ini. Adapun tuntutan yang diajukan meliputi:
1. Kejaksaan Agung segera menyelidiki dugaan kejahatan perbankan yang dilakukan Dato’ Sri Tahir.
2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas atas pelanggaran yang dilakukan Bank Mayapada.
3. DPR RI mengawasi proses hukum dan mendorong reformasi sistem pengawasan sektor keuangan agar lebih transparan dan akuntabel.
Arsyi menyebut, kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Jika tidak ada langkah tegas, kasus ini dapat mencoreng reputasi sektor keuangan nasional dan mengancam stabilitas ekonomi.
“Kejahatan ini bukan hanya merugikan institusi tertentu, tetapi juga menciptakan krisis kepercayaan publik yang dampaknya meluas. Pemerintah harus memastikan penegakan hukum berjalan adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” pungkasnya.
Penulis : Novrizal R Topa
Editor : Redaksi