Oleh: Ridwan Hanafi
Direktur Eksekutif Daulat Energi Nasional (DEN)
“Salah satu penyebab utama ketidakpatuhan adalah preferensi pelaku usaha untuk menjual ke pasar global, mengingat harga dan permintaan internasional yang lebih tinggi.”
Batubara merupakan salah satu sumber daya alam strategis milik negara yang seharusnya mengutamakan kebutuhan domestik sesuai amanat konstitusi UUD 1945. Hingga saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada batubara sebagai bahan bakar utama untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Stabilitas pasokan listrik menjadi kunci dalam menjaga ketahanan energi nasional yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pertahanan, dan keamanan negara.
Meskipun Indonesia memiliki potensi batubara yang melimpah, ketersediaan pasokan dalam negeri masih menjadi masalah yang terus berulang. Para produsen batubara lebih memilih mengekspor ke pasar global karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga dalam negeri. Akibatnya, PT PLN (Persero) sebagai pengguna batubara terbesar sering mengalami krisis pasokan, seperti yang terjadi pada tahun 2008, 2018, dan 2021.
Kewajiban DMO dan Realitas di Lapangan
Untuk menjamin ketersediaan batubara dalam negeri, pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), yang mewajibkan produsen batubara untuk mengalokasikan minimal 25% dari total produksinya ke pasar domestik. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009, Permen ESDM No. 34 Tahun 2009, serta diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010.
Hingga tahun 2025, sebagian besar produsen batubara yang telah mengantongi izin produksi belum memenuhi kewajiban DMO mereka berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024-2026. Dari sekitar 200 pemegang izin produksi batubara, hanya sekitar 100 perusahaan yang menjalankan kewajiban tersebut.
Salah satu penyebab utama ketidakpatuhan ini adalah preferensi pelaku usaha untuk menjual ke pasar global, mengingat harga dan permintaan internasional yang lebih tinggi. Disparitas harga antara perusahaan BUMN dan swasta juga menjadi faktor pemicu. Misalnya, harga DMO untuk PLN ditetapkan sebesar US$ 70 per metrik ton, sementara harga untuk PLTU industri swasta mencapai sekitar US$ 90 per metrik ton. Kondisi ini semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggar kebijakan DMO.
Lemahnya Penegakan Hukum dan Sanksi
Dalam regulasi yang ada, pelanggaran terhadap kewajiban DMO dapat dikenakan sanksi berat, termasuk pencabutan izin usaha. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa kebijakan ini masih sering dilanggar tanpa konsekuensi yang tegas. Hal ini mengindikasikan lemahnya implementasi kebijakan serta kurang efektifnya pengawasan dari pihak berwenang.
Pemerintah dan DPR sebenarnya telah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Minerba melalui pengesahan Perubahan Keempat atas UU No. 4 Tahun 2009. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa perubahan ini merupakan upaya untuk mengembalikan tujuan utama Pasal 33 UUD 1945, yaitu memastikan bahwa seluruh kekayaan negara harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, tanpa langkah konkret dalam implementasi dan pengawasan kebijakan DMO, tujuan tersebut akan sulit tercapai. Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap pemegang izin produksi batubara dan memastikan sanksi benar-benar diterapkan bagi pelanggar. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan regulasi harus ditingkatkan agar kebijakan DMO benar-benar efektif dalam menjamin pasokan batubara dalam negeri.
Penguatan Kebijakan DMO
Untuk memastikan implementasi kebijakan DMO berjalan dengan optimal, beberapa langkah strategis perlu diambil, antara lain:
- Peningkatan pengawasan dan penegakan sanksi, dimana Pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DMO, termasuk pencabutan izin operasional jika diperlukan.
- Penyesuaian harga batubara domestik untuk mengurangi disparitas harga, pemerintah dapat melakukan evaluasi terhadap kebijakan harga DMO agar lebih kompetitif dan tidak merugikan produsen.
- Mekanisme insentif bagi perusahaan patuh agar pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang taat terhadap kewajiban DMO, seperti kemudahan perizinan atau insentif fiskal.
- Transparansi data dan pemantauan berkala, dimana Publikasi data kepatuhan perusahaan terhadap DMO harus dilakukan secara berkala agar masyarakat dapat mengawasi implementasi kebijakan ini secara lebih transparan.
- Diversifikasi sumber energi, tujuannya selain mengandalkan batubara, Indonesia juga perlu mempercepat transisi energi menuju sumber energi yang lebih berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan terhadap batubara di masa depan.
Kebijakan DMO seharusnya menjadi instrumen utama dalam menjamin ketahanan energi nasional dan menjaga kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945. Namun, implementasi yang lemah dan tidak adanya tindakan tegas terhadap pelanggar membuat kebijakan ini tidak berjalan efektif. Oleh karena itu, pemerintah harus segera memperkuat pengawasan, menegakkan regulasi secara konsisten, serta menciptakan ekosistem energi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi kepentingan nasional.
Baca juga:Â Sulawesi Tenggara Bentuk Kelompok Kerja REDD+ untuk Percepatan Penurunan Emisi