Mistikus Cinta di Panggung Kekuasaan: Dilema Antara Hati dan Ambisi

- Jurnalis

Minggu, 13 Oktober 2024 - 10:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Politik adalah cinta yang paling kejam, karena ia selalu meminta lebih dari yang kita punya.”

Suarez berdiri di sudut ruang gelap, mendengarkan hujan yang jatuh perlahan di luar jendela. Di tengah ketukan lembut hujan, lagu “Mistikus Cinta” yang melantun seakan mengisi seluruh ruang dengan suasana magis. Lirik-liriknya terus bergema dalam pikirannya, seolah mengingatkannya akan pertarungan dalam hidupnya yang lebih besar daripada sekadar ambisi politik, yaitu cinta yang tidak dapat ia pahami sepenuhnya.

Sebagai seorang politisi muda, Suarez sering dihadapkan pada keputusan-keputusan besar. Politik, baginya, selalu keras dan dingin, penuh dengan ambisi yang membara dan intrik yang tak kunjung henti.

Tapi, di dalam gemuruh kekuasaan itu, ada perasaan lembut yang tidak bisa ia hindari, adalah cinta pada seseorang yang mengubah perspektifnya.

Amara, seorang aktivis yang juga keras kepala seperti dirinya, memasuki hidup Suarez dan membawa warna baru dalam pergulatan politik yang selama ini ia jalani. Setiap pertemuan mereka membuat Suarez merasakan kebingungan yang dalam. Apakah dia memperjuangkan rakyat atau hanya memburu kepentingan hatinya sendiri?

Baca Juga:  Melodi Rindu: Sebuah Cerita tentang Cinta yang Tak Pernah Usai

Di setiap dokumen dan strategi kampanye, pikiran Suarez terus kembali kepada Amara. Politik memang menuntut logika dan strategi, tapi cinta… cinta tidak mengenal logika.

Lagu “Mistikus Cinta” menjadi seperti pengingat akan benturan dua dunia yang selalu hadir dalam hidup Suarez, yaitu politik dan cinta, keduanya sama-sama memiliki kekuatannya masing-masing, tetapi sering kali tidak sejalan.

Dilema itu makin menekan, seiring dengan semakin panasnya dunia politik yang ia hadapi. Amara sering mengingatkannya bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga soal keadilan, persis seperti cinta yang juga menuntut keadilan dalam perasaan. Tapi politik adalah dunia yang kejam.

Amara pun pernah berkata, “Politik adalah cinta yang paling kejam, karena ia selalu meminta lebih dari yang kita punya.”

Suarez sadar, politik telah mengajarkan banyak hal, tetapi cinta mengajarkan sesuatu yang jauh lebih dalam, yaitu tentang pengorbanan yang tak bisa dihindari, tentang menyatukan dua jiwa yang terpisah oleh realitas keras.

Pada malam itu, di tengah suara hujan yang terus mengalun, Suarez tahu bahwa cinta dan politik, meski tampak saling bertentangan, kadang-kadang harus bertemu dan menyatu, di tempat yang paling tak terduga.

 

Baca Juga:  Di Balik Kemiskinan Palsu, Ada Tangis Penyesalan Si Jalu

(⁣Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)

Penulis : Novrizal R Topa

Follow WhatsApp Channel fnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Jurnalis Itu dari Negeri Layang-Layang Purba
Harga Diri di Ujung Pertarungan
Killer Paradoks
Memaksa Benar
Pembela di Balik Bayang: Perjuangan Pengacara di Dunia Kawin Kontrak
Di Meja Harapan, Perjuangan, dan Syukur
Ada Hilal?
Janji Rina
Berita ini 102 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 4 April 2025 - 16:14 WIB

Jurnalis Itu dari Negeri Layang-Layang Purba

Rabu, 5 Februari 2025 - 22:15 WIB

Harga Diri di Ujung Pertarungan

Sabtu, 21 Desember 2024 - 21:13 WIB

Killer Paradoks

Rabu, 4 Desember 2024 - 21:21 WIB

Memaksa Benar

Kamis, 14 November 2024 - 16:16 WIB

Pembela di Balik Bayang: Perjuangan Pengacara di Dunia Kawin Kontrak

Berita Terbaru

Ridwan Hanafi, Direktur Eksekutif Daulat Energi

Opini

Revolusi Energi Bersih dari Pantai Selatan

Kamis, 17 Apr 2025 - 12:58 WIB