FNEWS.ID – Di sebuah kota kecil bernama Paradoks, ada legenda tentang seorang pembunuh yang dikenal sebagai “Killer Paradoks.” Ia bukan sekadar sosok dengan pisau di tangannya, melainkan entitas yang memutarbalikkan kenyataan. Orang-orang yang melihatnya sering kali mendapati diri mereka menghadapi kematian yang tidak masuk akal, seolah-olah logika dunia telah terdistorsi.
Evelyn, seorang jurnalis muda yang skeptis, memutuskan untuk menyelidiki kasus ini. Berbekal kamera, recorder, dan rasa ingin tahu yang tak terbendung, ia mendatangi kota Paradoks yang kini nyaris kosong setelah serangkaian kematian aneh. Semua yang tersisa hanyalah bisikan ketakutan di antara penduduk yang masih bertahan.
“Mereka bilang dia muncul saat kau mulai mempertanyakan realitasmu,” kata seorang wanita tua, pemilik toko kelontong terakhir di kota itu.
“Ketika kau mulai merasa ada yang salah, saat itulah dia datang,” tambahnya.
Evelyn tak percaya. Baginya, ini hanya cerita untuk menutupi sesuatu yang lebih gelap, mungkin pembunuhan berantai, mungkin konspirasi. Tapi semuanya berubah ketika malam itu ia mulai menulis laporan di kamarnya.
Lampu mulai berkedip, suara ketukan terdengar di jendela. Evelyn membuka tirai, tetapi tidak ada apa-apa di luar, hanya bayangan dirinya di kaca. Namun, bayangan itu tidak mengikuti gerakannya.
“Siapa kau?” bisiknya.
Bayangan itu tersenyum, bibirnya bergerak meskipun Evelyn tidak berbicara. “Aku adalah paradoksmu.”
Evelyn tersentak mundur, namun seketika ia menemukan dirinya bukan lagi di kamarnya. Ia berada di jalanan kota Paradoks, sendirian, dengan udara dingin menusuk. Bangunan di sekitarnya melengkung seperti dilihat melalui cermin yang rusak.
“Ini tidak nyata,” katanya pada dirinya sendiri.
Namun, suara lain menjawab dari belakang, “Tentu saja nyata. Kau hanya tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak.”
Evelyn berbalik, dan di sana berdiri sosok dengan mantel hitam panjang. Wajahnya kosong, tanpa mata, tanpa mulut, namun Evelyn merasa ia sedang ditatap tajam.
“Setiap orang yang mencoba memahami aku akhirnya menjadi bagian dari aku,” kata sosok itu.
Evelyn mencoba lari, tetapi jalanan terus berubah. Setiap belokan membawanya kembali ke tempat yang sama. Ia mencoba menutup matanya, tetapi bayangan itu sudah berada dalam pikirannya.
“Aku bukan pembunuh,” bisik sosok itu. “kau yang membunuh dirimu sendiri dengan pertanyaanmu. Kau ingin kebenaran, tetapi kau tidak siap untuk kehilangan realitas.”
Pada akhirnya, Evelyn ditemukan beberapa hari kemudian, duduk di meja tulisnya dengan tatapan kosong dan senyum samar di wajahnya. Tidak ada tanda-tanda kekerasan, hanya tulisan di buku catatannya yang berbunyi:
“Realitas adalah paradoks. Dan aku akhirnya menjadi bagian darinya.”
Sejak saat itu, Killer Paradoks menjadi lebih dari sekadar legenda. Ia adalah peringatan: Jangan terlalu dalam mencari kebenaran, atau kau akan kehilangan dirimu sendiri.
(Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)
Penulis : Novrizal R Topa