Cengkeraman Uang di Bawah Bayang-bayang Demokrasi

- Jurnalis

Sabtu, 14 September 2024 - 11:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Ilustrasi

Gambar Ilustrasi

 

“Ia dihadapkan pada dilema besar antara mengamankan masa depan keluarganya dengan menjaga kehormatan dan integritasnya”

Di sebuah kota kecil bernama Djarum, Pilkada semakin dekat. Spanduk-spanduk penuh warna menghiasi setiap sudut jalan, sementara calon-calon pemimpin tersenyum lebar di atas poster-poster besar yang menjanjikan perubahan, keadilan, dan kemakmuran. Namun, di balik janji-janji itu, roda ekonomi kota berputar dengan irama yang tak kasat mata: politik uang.

Pak Vrizal, seorang kepala desa yang dihormati, tahu betul betapa rapuhnya demokrasi di daerahnya. Ia duduk di teras rumah kayunya, memandang hampa pada tumpukan amplop cokelat yang baru saja diantarkan seorang pria berjas rapi. Amplop-amplop itu penuh dengan sejumlah besar uang tunai yang bisa mengubah hidup banyak orang. Namun, Pak Vrizal tak bisa memutuskan. Ia dihadapkan pada dilema besar antara mengamankan masa depan keluarganya dengan menjaga kehormatan dan integritasnya.

Di pasar, perbincangan hangat tentang Pilkada tak terhindarkan. Pedagang kecil, buruh kasar, hingga petani semuanya terlibat. Tapi di balik kegembiraan dan antusiasme itu, ada kenyataan pahit: uang mulai menggerakkan banyak hal.

“Para kandidat bersaing bukan hanya dengan program dan gagasan, tetapi dengan seberapa banyak uang yang bisa mereka sebarkan di kantong rakyat”.

Pak Surya, seorang petani sederhana, menjadi salah satu korban sistem ini. Dia baru saja menerima amplop dari tim sukses salah satu calon. Di dalamnya terdapat uang yang cukup untuk membayar utang pupuknya selama beberapa bulan. Ketika ditanya, Pak Surya hanya bisa tersenyum masam.

“Apa yang bisa kita lakukan?” katanya kepada tetangganya. “Semua orang butuh uang. Kalau kita tak terima, tetangga lain yang dapat.”

Sementara itu, di balik layar, ekonomi kota Djarum seolah menggeliat. Uang mengalir deras, tetapi tidak dalam bentuk yang nyata. Proyek-proyek janji manis mulai digaungkan, pembangunan jalan, sekolah baru, fasilitas kesehatan. Tapi, semua hanyalah ilusi.

Baca Juga:  Bayangan Sang Mantan

Di posko induk salah satu kandidat, Tim Sukses tengah menghitung berapa banyak lagi uang yang harus mereka keluarkan. Setiap daerah pemilihan dihitung dengan cermat, untuk berapa banyak suara yang bisa dibeli, berapa besar pengaruh yang harus digenggam.

“Mereka tahu, dalam permainan ini, yang paling penting bukanlah gagasan atau program, melainkan siapa yang memiliki uang terbanyak”.

Di hari pemungutan suara, suasana kota menjadi tegang. Orang-orang mendatangi TPS dengan wajah yang penuh keraguan, meskipun di kantong mereka ada sisa-sisa uang dari amplop yang diberikan sebelumnya.

Baca Juga:  Di Balik Kemiskinan Palsu, Ada Tangis Penyesalan Si Jalu

Semuanya tahu, bahwa keputusan mereka tak lagi murni, tergantung pada uang yang sudah masuk ke rumah mereka. Dan ketika hasil akhir diumumkan, pemenang bukanlah mereka yang memiliki visi terbaik, melainkan mereka yang telah berhasil membeli suara rakyat.

Pak Vrizal duduk diam di depan rumahnya, memandangi hasil Pilkada di layar televisi tua. Uang telah menggerakkan segalanya, membuat ekonomi kota bergerak cepat, namun tak ada satu pun perubahan nyata yang ia rasakan. Uang itu berputar, tetapi hanya mengisi kantong-kantong tertentu.

Dana-dana yang dijanjikan entah hilang ke mana, dan proyek-proyek itu hanya muncul di atas kertas. Penampakkan sebuah ekonomi semu yang tidak pernah terealisasi.

 

“Janji-janji manis telah menguap, dan Djarum tetap terjebak dalam putaran semu yang tak berujung. Sementara itu, di tengah kota, spanduk-spanduk yang dulu penuh warna mulai memudar”.

 

(⁣Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)

Penulis : Novrizal R Topa

Berita Terkait

Melodi Rindu: Sebuah Cerita tentang Cinta yang Tak Pernah Usai
Di Antara Gelas Kopi dan Impian yang Bergemuruh
Di Balik Kemiskinan Palsu, Ada Tangis Penyesalan Si Jalu
Di Bawah Langit Kering: Perjuangan Tanpa Akhir
Perjuangan Daksa untuk Tokoh Adat
Bayangan Sang Mantan
Serpihan Asa yang Tertunda: Kembali Mengabdi untuk Negeri
Pulang untuk Mengabdi, Bukan Berkuasa
Berita ini 23 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 10:03 WIB

Melodi Rindu: Sebuah Cerita tentang Cinta yang Tak Pernah Usai

Selasa, 1 Oktober 2024 - 21:38 WIB

Di Antara Gelas Kopi dan Impian yang Bergemuruh

Selasa, 24 September 2024 - 22:50 WIB

Di Balik Kemiskinan Palsu, Ada Tangis Penyesalan Si Jalu

Minggu, 22 September 2024 - 09:59 WIB

Di Bawah Langit Kering: Perjuangan Tanpa Akhir

Kamis, 19 September 2024 - 00:58 WIB

Perjuangan Daksa untuk Tokoh Adat

Berita Terbaru

Berita

KPID Sultra Harap Kolaborasi Optimal dengan DPRD Baru

Senin, 7 Okt 2024 - 22:47 WIB