Dilema Sang Calon: Pertaruhan Sang Kandidat, Antara Ambisi dan Kehancuran

- Jurnalis

Minggu, 15 September 2024 - 06:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Aditya tahu, politik adalah permainan yang penuh teka-teki. Dan di tengah situasi simalakama ini, dia harus bertaruh dengan cerdik—bukan hanya dengan uang, tapi dengan langkah yang penuh perhitungan.

 

Aditya duduk termenung di teras rumahnya, memandang hamparan sawah yang hijau membentang di depan mata. Semestinya, pemandangan ini menenangkan hati, tapi tidak hari ini. Pikiran Aditya penuh dengan kecemasan. Sebagai calon bupati di daerah yang luas dan penuh persaingan sengit, ia berada di persimpangan sulit. Di sinilah, ia merasa terjebak dalam situasi simalakama—semua pilihan tampak berisiko.

Dua tahun belakangan, Aditya telah membangun tim pemenangan. Strategi sudah diatur, relawan dikumpulkan, dan janji-janji politik mulai disebarkan. Tapi, di balik layar kampanye yang megah itu, anggaran yang dipegangnya mulai menipis. Penggalangan dana dari para donatur besar yang dulu sempat diandalkan kini terhenti. Sebagian besar dari mereka mulai ragu karena persaingan yang lebih ketat dari yang diperkirakan.

“Pak Aditya, kita butuh dana tambahan untuk acara deklarasi besar-besaran minggu depan,” ujar Bagas, ketua tim suksesnya, yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.

Aditya hanya mengangguk pelan. Bagas jelas tidak tahu betapa dekatnya dia dengan batas keuangan. Jika acara deklarasi besar-besaran itu gagal, kredibilitasnya bisa runtuh seketika. Tapi jika dia mengeluarkan lebih banyak uang, maka dia mungkin akan kehabisan dana untuk sisa kampanye yang masih panjang.

“Berapa lagi yang kita butuhkan?” tanya Aditya, berusaha untuk tenang.

“Sekitar seratus lima puluh juta, Pak. Itu untuk panggung, artis, dan pengamanannya,” jawab Bagas tanpa ragu.

Baca Juga:  Lurah Korumba Diduga Terlibat Politik Praktis, Wahid Sulfian Bantah Tuduhan

Angka itu terasa seperti palu godam menghantam kepala Aditya. Dalam benaknya, dia tahu dia masih bisa menarik dana dari simpanannya yang terakhir, tapi jika uang itu habis, tidak akan ada lagi cadangan untuk membiayai logistik dan operasi lapangan di bulan-bulan terakhir sebelum hari pemungutan suara.

Dia menatap jauh ke sawah, terbayang wajah-wajah warga yang menaruh harapan padanya. Mereka ingin perubahan. Ia ingin memberi mereka itu. Tapi, harga untuk memenangkan hati rakyat ternyata jauh lebih mahal dari yang ia bayangkan. Apakah ia akan tetap bertahan hingga akhir tanpa mengorbankan semua yang ia punya?

Aditya tahu, pilihan apa pun yang dia ambil, ada risikonya. Jika dia menahan diri sekarang dan tidak mengeluarkan dana lebih banyak, ia bisa kalah dalam pertarungan popularitas. Tapi, jika ia terus-terusan menggelontorkan uang, dan kalah juga di ujungnya, ia bisa kehilangan segalanya—harta, nama baik, bahkan martabat.

Baca Juga:  Kampanye Terakhir ASR-Hugua, Tegaskan Nilai Bhineka Tunggal Ika

Malam itu, saat duduk sendiri di kamarnya, Aditya memutuskan untuk menghubungi beberapa orang kepercayaannya. “Kita harus mulai mencari cara lain. Bukan hanya soal uang lagi, ini soal strategi,” gumamnya pada diri sendiri.

Aditya tahu, politik adalah permainan yang penuh teka-teki. Dan di tengah situasi simalakama ini, dia harus bertaruh dengan cerdik—bukan hanya dengan uang, tapi dengan langkah yang penuh perhitungan.

 

 

(⁣Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)

Penulis : Novrizal R Topa

Follow WhatsApp Channel fnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Ojol Juga Bisa Patah Hati: Kisah Cinta di Warkop Karmen
Mencoba Menemukan Diri Kembali dengan Menulis Sore Ini
Jurnalis Itu dari Negeri Layang-Layang Purba
Harga Diri di Ujung Pertarungan
Killer Paradoks
Memaksa Benar
Pembela di Balik Bayang: Perjuangan Pengacara di Dunia Kawin Kontrak
Di Meja Harapan, Perjuangan, dan Syukur
Berita ini 64 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 24 April 2025 - 17:55 WIB

Ojol Juga Bisa Patah Hati: Kisah Cinta di Warkop Karmen

Rabu, 23 April 2025 - 17:09 WIB

Mencoba Menemukan Diri Kembali dengan Menulis Sore Ini

Jumat, 4 April 2025 - 16:14 WIB

Jurnalis Itu dari Negeri Layang-Layang Purba

Rabu, 5 Februari 2025 - 22:15 WIB

Harga Diri di Ujung Pertarungan

Sabtu, 21 Desember 2024 - 21:13 WIB

Killer Paradoks

Berita Terbaru