Oleh: Novrizal R Topa
(Anggota PWI Sultra)
Sulawesi Tenggara adalah wilayah dengan kekayaan alam yang luar biasa. Dari nikel yang menjadi primadona industri pertambangan nasional hingga hasil laut yang melimpah, daerah ini memiliki sumber daya yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun, realitas politik saat ini masih diwarnai oleh kebijakan yang sering kali lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek daripada kesejahteraan berkelanjutan.
Politik berkelanjutan bukan sekadar jargon, melainkan pendekatan yang menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Jika Sulawesi Tenggara ingin tetap menjadi wilayah yang makmur bagi generasi mendatang, politik yang berpihak pada keberlanjutan harus menjadi agenda utama.
1. Tantangan Politik Berkelanjutan di Sulawesi Tenggara
a. Eksploitasi Sumber Daya yang Tidak Terkendali
Sulawesi Tenggara menjadi salah satu pusat industri pertambangan nasional, terutama dalam sektor nikel. Namun, ekspansi tambang yang masif sering kali mengorbankan lingkungan dan masyarakat setempat. Beberapa permasalahan utama akibat eksploitasi tambang antara lain:
- Deforestasi dan degradasi lahan yang mengancam ekosistem lokal, termasuk kawasan hutan lindung dan wilayah adat.
- Pencemaran air dan udara akibat limbah industri yang tidak terkelola dengan baik.
- Konflik sosial akibat ketimpangan ekonomi antara perusahaan besar dan masyarakat lokal yang terdampak.
- Tanpa regulasi yang ketat, industri ini bisa menjadi bom waktu bagi lingkungan dan kehidupan sosial di Sulawesi Tenggara.
b. Ketimpangan Pembangunan dan Ketergantungan pada Sumber Daya Alam
Saat ini, sebagian besar pembangunan ekonomi daerah masih bergantung pada industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan skala besar. Sektor-sektor lain seperti pertanian berkelanjutan, perikanan berbasis ekologi, dan ekowisata belum mendapat prioritas yang cukup dalam kebijakan daerah.
Padahal, ketergantungan pada satu sektor ekonomi yang tidak berkelanjutan bisa menjadi bencana di masa depan. Jika cadangan nikel habis atau harga komoditas anjlok, ekonomi Sulawesi Tenggara bisa mengalami krisis besar.
c. Politik Jangka Pendek dan Minimnya Transparansi
Salah satu kendala utama dalam mewujudkan politik berkelanjutan adalah kebijakan yang sering kali dibuat dengan orientasi jangka pendek.
Banyak program pembangunan yang hanya bertujuan memenangkan simpati pemilih dalam pemilihan kepala daerah, tanpa mempertimbangkan dampaknya dalam jangka panjang.
Transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam masih rendah, dengan banyaknya kasus perizinan tambang yang kontroversial dan tumpang tindih kepentingan politik.
Partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan masih minim, sehingga suara warga sering kali tidak didengar dalam keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
2. Mewujudkan Politik Berkelanjutan di Sulawesi Tenggara
Meski tantangannya besar, peluang untuk menerapkan politik berkelanjutan di Sulawesi Tenggara tetap terbuka. Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk memastikan pembangunan daerah yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
a. Reformasi Kebijakan Lingkungan dan Tata Kelola Sumber Daya Alam
Sulawesi Tenggara perlu menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam pengelolaan sumber daya alam, antara lain:
Mewajibkan industri pertambangan untuk melakukan reklamasi lahan secara transparan dan berkelanjutan.
Mengembangkan kebijakan energi terbarukan sebagai alternatif terhadap ketergantungan pada industri ekstraktif.
Memastikan bahwa wilayah-wilayah konservasi dan hutan adat tidak dikorbankan demi kepentingan industri.
b. Diversifikasi Ekonomi untuk Mengurangi Ketergantungan pada Sektor Tambang
Pemerintah daerah perlu mendorong sektor-sektor ekonomi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, seperti:
Penguatan sektor pertanian dan perikanan berbasis ekologi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani dan nelayan.
Pengembangan ekowisata dan ekonomi kreatif untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan dan berbasis pada potensi lokal.
Pemberdayaan UMKM agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton dalam arus ekonomi daerah, tetapi juga menjadi pelaku utama dalam pembangunan.
c. Meningkatkan Transparansi dan Partisipasi Publik
Politik berkelanjutan hanya bisa terwujud jika masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
Memperkuat mekanisme partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan daerah, seperti musyawarah desa yang lebih efektif dan konsultasi publik sebelum izin industri diberikan.
Memanfaatkan teknologi untuk keterbukaan data, sehingga masyarakat dapat mengawasi langsung bagaimana sumber daya alam dikelola.
Mendorong pemimpin daerah yang memiliki visi jangka panjang dan berkomitmen terhadap keberlanjutan.
d. Pendidikan Politik dan Kesadaran Lingkungan
Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang dampak jangka panjang dari kebijakan politik yang tidak berkelanjutan. Pendidikan politik dan kesadaran lingkungan harus menjadi bagian dari strategi pembangunan daerah.
Program edukasi di sekolah-sekolah bisa memasukkan materi tentang keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.
Kampanye publik tentang dampak lingkungan dari kebijakan daerah harus diperkuat melalui media lokal dan komunitas.
Kelompok masyarakat sipil dan akademisi perlu lebih aktif dalam memberikan kajian dan solusi berbasis riset kepada pemerintah daerah.
3. Kesimpulan: Masa Depan Sulawesi Tenggara Ada di Tangan Kita
Sulawesi Tenggara sedang berada di persimpangan jalan. Apakah kita ingin terus mengeksploitasi sumber daya tanpa memperhatikan dampaknya, ataukah kita memilih jalan politik berkelanjutan yang akan memberikan manfaat bagi generasi mendatang?
Kunci utama politik berkelanjutan adalah keseimbangan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial. Untuk mencapainya, dibutuhkan keberanian politik, kebijakan yang progresif, serta kesadaran masyarakat dalam mengawal pemerintahan yang berpihak pada masa depan.
Sulawesi Tenggara bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam membangun politik yang lebih berkelanjutan. Namun, semua itu hanya bisa terwujud jika ada komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan.
Kini saatnya kita bertanya: Apakah pemimpin kita siap untuk berinvestasi pada masa depan, atau tetap terjebak dalam kebijakan jangka pendek yang merugikan?