Dan setiap kali ia merasa lelah, Gio hanya perlu mengingat kata-kata Daksa, “Kita tidak butuh dukungan yang sempurna, Gio. Kita hanya butuh hati yang tak pernah menyerah.”
Gio adalah seorang Bintara Polisi muda yang telah bertugas selama lima tahun di sebuah kota kecil. Meskipun kariernya sedang menanjak, hatinya selalu tertambat pada kampung halamannya yang jauh di pelosok, tempat di mana ia tumbuh besar. Desa itu, bernama Desa Harapan, kerap kali dilanda kekeringan. Musim kemarau panjang membuat masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih, dan sumur-sumur yang ada kering tak berair.
Setiap kali Gio pulang ke desanya, ia melihat wajah-wajah letih penduduk yang harus berjalan berkilo-kilometer hanya untuk mendapatkan air. Ia tahu, pemerintah seakan-akan melupakan desa kecil ini. Program air bersih yang dijanjikan hanya sebatas wacana, tak pernah benar-benar terwujud. Namun, Gio menolak menyerah pada keadaan.
Gaji sebagai Bintara memang tak seberapa, tapi Gio menyisihkan sebagian besar dari pendapatannya untuk satu tujuan: membangun sumur bor di desa. Ia tahu, proyek ini tidak mudah. Membeli peralatan, menyewa tenaga ahli, dan mencari sumber air yang tepat butuh biaya besar. Selain itu, sebagai polisi, waktu Gio sering terkuras untuk tugas, menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya. Namun ia tak peduli. Waktunya yang tersisa di luar jam tugas selalu ia dedikasikan untuk kampungnya.
Satu-satunya orang yang selalu mendukung Gio tanpa henti adalah Daksa, sahabatnya sejak kecil. Daksa, seorang petani lokal yang juga prihatin dengan masalah air di desa, kerap memberikan dorongan semangat setiap kali Gio mulai meragukan langkahnya.
“Kita sudah terbiasa menghadapi kerasnya hidup, Gio,” kata Daksa suatu malam saat mereka duduk di bawah langit berbintang, “Kita cuma butuh keyakinan, dan air itu pasti akan keluar.”
Bersama Daksa, Gio mulai menghubungi beberapa teman lamanya yang bisa membantu, menggalang dana kecil-kecilan dari para perantau yang pernah tinggal di desa, dan mencari informasi tentang cara membuat sumur bor. Meski pemerintah daerah tak menunjukkan perhatian, Gio tak berhenti berusaha. Ia rela mengorbankan liburannya untuk mengawasi proses pengeboran yang akhirnya dimulai setelah berbulan-bulan persiapan.
Namun, perjalanan itu penuh tantangan. Beberapa kali mesin bor mengalami kerusakan, dan sumber air yang mereka temukan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh desa. Ada saat-saat di mana Gio merasa seluruh usahanya sia-sia. Namun setiap kali ia hampir menyerah, Daksa datang dengan senyum hangat dan ucapan yang sederhana tapi penuh makna,
“Gio, lihatlah semua ini sebagai bagian dari perjalanan. Airnya akan kita temukan, sama seperti kita menemukan harapan dalam setiap langkah.”
Setelah setahun berjuang, akhirnya pengeboran berhasil menemukan sumber air yang melimpah. Air itu mengalir, membasahi tanah yang selama ini kering. Penduduk desa mulai bisa merasakan manfaatnya. Tak lagi mereka harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan air. Mata Gio berkaca-kaca saat melihat ibu-ibu desa tersenyum, membawa ember penuh air bersih ke rumah mereka.
Gio tahu, perjalanannya belum selesai. Masih banyak yang harus ia lakukan untuk memastikan desa ini benar-benar mandiri dalam hal air bersih. Tapi satu hal yang pasti, ia telah menunjukkan bahwa meskipun pemerintah minim perhatian, tekad dan usaha yang tulus bisa membawa perubahan besar.
Dan setiap kali ia merasa lelah, Gio hanya perlu mengingat kata-kata Daksa, “Kita tidak butuh dukungan yang sempurna, Gio. Kita hanya butuh hati yang tak pernah menyerah.”
(Cerita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata)
Penulis : Novrizal R Topa