FNEWS.ID, Muna – Belum genap sebulan sejak SPBUN Jompi Jaya Sentosa didemo mahasiswa akibat dugaan penyimpangan distribusi BBM subsidi, kini muncul kembali laporan terkait dugaan penjualan BBM solar di atas harga ketentuan serta ketidakterbukaan data pengguna.
Sejumlah nelayan mengeluhkan bahwa mereka harus membayar Rp185.000 per jeriken (20 liter), padahal harga yang seharusnya hanya Rp145.000. Dengan kata lain, ada selisih keuntungan sebesar Rp40.000 per jeriken yang diduga masuk ke kantong pihak tertentu.
“Kami sebagai nelayan kecil sangat terbebani dengan harga ini. BBM subsidi seharusnya membantu kami, bukan malah makin menyulitkan,” ungkap seorang nelayan yang enggan disebut namanya.
Keuntungan Besar dari Dugaan Penyimpangan
Jika dihitung, keuntungan yang diperoleh dari dugaan markup harga ini sangat signifikan:
- 1 ton BBM setara dengan 50 jeriken.
- Dengan selisih keuntungan Rp40.000 per jeriken, maka keuntungan per 1 ton mencapai Rp2 juta.
- Dalam sekali pengiriman, SPBUN Jompi Jaya Sentosa diduga mengelola sekitar 8 ton BBM, sehingga keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp16 juta per pengiriman.
Jika praktik ini berlangsung secara rutin, maka jumlah keuntungan dari dugaan penjualan BBM subsidi di atas harga ketentuan bisa mencapai angka yang lebih besar dalam sebulan.
Kuota Solar yang Tidak Dijual ke Nelayan
Selain dugaan penjualan dengan harga tinggi, nelayan juga mempertanyakan keberadaan kuota BBM subsidi yang masuk setiap hari Rabu. Berdasarkan laporan dari masyarakat, BBM yang datang pada hari tersebut tidak pernah dijual langsung ke nelayan, menimbulkan dugaan bahwa BBM subsidi ini mungkin telah dialihkan ke pihak lain.
“Setiap minggu ada BBM masuk tiga kali, tapi anehnya kuota hari Rabu itu seperti ‘hilang’. Kita sebagai nelayan butuh kepastian, jangan sampai BBM subsidi ini malah disalurkan ke pihak lain dengan harga lebih tinggi,” ujar Rino (nama samaran).
Dugaan Penimbunan dan Data Pengguna Fiktif
Beberapa nelayan juga menyoroti dugaan bahwa SPBUN Jompi Jaya Sentosa melakukan praktik penimbunan BBM subsidi sebelum dijual dengan harga yang lebih tinggi. Dugaan ini mirip dengan kasus penimbunan BBM di Kolaka dua pekan lalu, hanya saja dalam kasus ini, BBM tidak langsung dikirim ke perusahaan tetapi diduga ditimbun terlebih dahulu di lokasi SPBUN.
Selain itu, terdapat ketidakterbukaan dalam data pengguna BBM subsidi, yang menimbulkan dugaan bahwa banyak nama penerima yang fiktif. Hal ini semakin memperkuat kecurigaan bahwa BBM yang seharusnya untuk nelayan justru dialihkan ke pihak lain.
“Kami nelayan tidak pernah tahu berapa jumlah pengguna BBM solar yang sebenarnya. Tidak ada transparansi. Dugaan kami, ada banyak nama yang dibuat-buat untuk mengamankan distribusi ilegal ini,” tambah Rino.
Pihak SPBUN Bungkam, Masyarakat Menuntut Transparansi
Hingga saat ini, Kontributor FNEWS.id masih berupaya menghubungi Manajer SPBUN Jompi Jaya Sentosa, Bu Marlindo, baik secara langsung maupun melalui pesan WhatsApp. Namun, pesan yang dikirimkan hingga kini belum mendapatkan balasan.
Masyarakat Napabalano sebagai pengguna utama BBM subsidi pun mulai mempertanyakan apakah pemilik SPBUN mengetahui praktik ini, atau hanya permainan pegawai di lapangan.
Di tengah sorotan tajam masyarakat terhadap berbagai modus penyalahgunaan BBM subsidi, termasuk pengoplosan dan penimbunan yang dijual dengan harga industri, kasus ini semakin menambah daftar panjang dugaan pelanggaran distribusi BBM di Muna.
Menunggu Respons Pihak Berwenang
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama bagi nelayan yang bergantung pada BBM subsidi untuk melaut. Masyarakat berharap pihak kepolisian, pemerintah daerah, dan Pertamina segera turun tangan untuk mengusut dugaan penyimpangan ini agar BBM subsidi benar-benar sampai kepada yang berhak.
Kami akan terus mengupdate perkembangan berita ini dengan informasi terbaru dari pihak berwenang.
Penulis : Tim Redaksi